Mahasiswa: OMEK dan Studi Pendidikan.

 Merdeka!
Hidup Mahasiswa!


Apa yang terbenak oleh kalian dengan judul penulisan tersebut?
Mungkin jarang yang mendengar dan  menggunakan pilihan kata “OMEK” dalam praktik hari lepas hari dalam dunia kemahasiswaan sebagai lebih lanjut tidak ada landasan secara detail yang mengatur akronim tersebut dan menjadikan sebuah diksi yang tetap. 
“OMEK” disini memiliki Kepanjangan yaitu Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus.




Pada topik ini untuk mengkorelasikan antara OMEK  dengan Studi Pendidikan dalam dunia Mahasiswa, kita akan menggunakan beberapa Regulasi yang ada berlaku dibangsa ini serta beberapa kutipan dari akses beberapa sumber informasi internet yang akurat.

Selintas mendengar atau ketika teman kita tau ada yang terlibat dan masuk suatu OMEK ialah cenderung mengalami hal yang negatif, ya seperti contoh tempatnya para calon Kader suatu Partai Politik (Parpol), dan disisi lain mengalami legitimasi organisasi yang kuno dan masih banyak lagi.
Jika ditelisik, apa hal tersebut benar? secara tidak langsung jika terus persepsi tanpa fakta terus digencarkan dan mengklaim kebenaran ada dalam hal tersebut dan diselubungi kepentingan atau sebagai bekas dari propaganda dari masa lalu https://nasional.kompas.com/read/2016/08/08/15330701/daoed.joesoef.kontroversi.nkk.bkk.dan.beda.pendapatnya.dengan.soeharto. 

Secara rentetan historis pun tidak dapat ditolak secara fakta memang OMEK itu diidentikan dengan Sayap sebuah Partai Politik. 
Namun itu, terjadi sewaktu bangsa ini mengalami Demokrasi Liberal yang terdapat sistem kepartaian yang amat majemuk (1950 - 1959). 
Seperti yang kita ketahui, ada beberapa OMEK saat Orde Lama yang sewaktu itu berpandangan atau condong ke suatu Partai Politik seperti;
HMI ( Himpunan Mahasiswa Islam ) 
dengan Masyumi,  
GMNI ( Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia ) 
dengan Partai Nasional Indonesia, 
GMKI ( Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia ) 
dengan Partai Kristen Indonesia, 
PMII ( Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia ) 
dengan Nahdlatul Ulama, 
PMKRI ( Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia )
dengan Partai Katholik,
CGMI ( Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia ) 
dengan Partai Komunis Indonesia,
GEMSOS ( Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia ) 
dengan Partai Sosialis Indonesia. 



Namun seiring berkembangnya waktu, Sistem Demokrasi dibangsa ini pun berubah dan ada beberapa yang telah tiada serta dimulainya Prinsip Independen pun muncul khususnya Pasca Era-Reformasi. Sebagai contoh saat ini masih ada yang hadir eksistensinya seperti HMI, GMNI, GMKI, PMII , PMKRI disebutlah Kelompok Cipayung.
























Setiap pergantian dalam masa-masa transisi Pemerintahan pun tidak bisa dipungkiri adanya Peran OMEK dalam tiap Peralihan itu nyata adanya. Seperti diantara lain
sewaktu Orde lama ke Orde Baru terdapat
Akbar Tanjung dari HMI, 
Cosmas Batubara dari PMKRI 
sedangkan dari Orde Baru ke Reformasi terdapat
Adian Napitupulu dari GMKI. 
Kembali menganalisis tentang perspektif negatif mengenai OMEK yaitu calon Kader suatu Partai Politik (Parpol) nyatanya hal tersebut tak sepenuhnya benar dikarenakan tidak semua yang mengikuti dan terdaftar pernah OMEK mendapat semua jabatan politis disebuah Partai Politik (Parpol)  seperti 
Natalius Pigai dari PMKRI sebagai Pegiat Kemanusiaan  atau anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia periode 2012 -2017. 

OMEK pun yang dianggap kuno seringkali hal tersebut tidak benar OMEK pun nyatanya mampu adaptasi sesuai perkembangan zaman seperti mengikuti masalah yang isu hangat pada saat ini di Bangsa kita sebagai contoh adanya
"Rangka Dies Natalis ke-64 GMNI yaitu Sarasehan Kebangsaan “Menyulam Kebangsaan” Temu Alumni -  Kader GMNI dengan Aktualisasi Pancasila dalam menjawab Tantangan Zaman" .

Sejauh ini beberapa perspektif negatif pun terbantahkan, dengan adanya pribadi yang memanfaatkan OMEK sebagai bukti dapat dituangkannya 
sebagai Perluasan atau Pengembangan Wawasan serta Sarana untuk Aktualisasi diri 
terlihat dari Alumni dari berbagai OMEK khususnya Kelompok Cipayung yang tersebar dari berbagai bidang antara lain;
Dari HMI ada Jusuf Kalla, Anies Baswedan, Karni Ilyas, Abraham Samad, Pramono Anung, 
dan lainnya. 
Dari PMII ada Hanif Dakhiri, Lukman Hakim Saifuddin, Khofifah Indar Parawansa, Imam Nachrowi, dan lainnya. 
Dari GMNI ada Djarot Syaiful Hidayat, Ahmad Basarah, Theo L Sambuaga, Arief Hidayat,  dan lainnya. 
Dari PMKRI ada Sebastian Salang, Antonius Doni, Roy Rening, dan lainnya. 
Dari GMKI ada Andreas A. Yewangoe, Sabam Sirait, J.E Sahatapy, Panda Nababan,  dan lainnya. 

Ini memberikan contoh stigma baik perlu dipahami terhadap OMEK dikarenakan terlihat Pribadi yang mampu meraih posisi yang strategis diperoleh oleh karena Sistem yang berhasil yang dianut oleh OMEK.
Sekarang kita melihat realita yang terjadi sekarang, seringkali seiring berkembangnya waktu Keberadaan OMEK yang sudah mengalami sepinya peminat untuk bergabung kedalamnya. dikarenakan adanya salah dalam cara pandang diakibatkan beberapa Regulasi yang berbentur dan mempengaruhi seperti adanya  Permenristekdikti Nomor 44 tahun 2015 dipasal 16 ayat 1 yang dimana ada pola,
dimana Mahasiswa cenderung berlomba lulus yang lebih cepat tanpa melaksanakan
Tri Dharma Perguruan Tinggi terlebih dahulu diantaranya ada Pengabdian kepada Masyarakat, Mahasiswa pun terus berorientasi Studi Pendidikan yang dijalani dan meninggalkan budaya organisasi khususnya OMEK,
studi pendidikannya tersebut pun makin dikejar dengan label kuantitatif atau angka dituntut memenuhi dan meraih setinggi-tingginya. Alhasil, lambat-laun pun budaya OMEK mengalami inflasi peminat dari Mahasiswa.  Seperti dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan khususnya Pasal 1 ayat 16 mengenai Pendidikan Berbasis Masyarakat dimana hal tersebut bisa disalurkan dalam OMEK.

Maka, Studi Pendidikan memang penting tak salah harus menentukan memilih prinsip 
 “Lulus tepat waktu atau  Lulus diwaktu yang tepat?“
Serta tak juga salah juga ada pandangan, mengukur keberhasilan seseorang menjelang lulus atau ingin meraih prestasi dengan label angka. semua memang perlu dipikirkan secara matang,  baik Studi Pendidikan dengan OMEK. 

OMEK pun sebagai penunjang sewaktu sebagai Mahasiswa  yang tidak selalu harus serta-merta  identik menitik-beratkan sebagai alat akrobat untuk melancarkan doktrinisasi saja.
Semua perlu dipandang secara visioner baik internal atau eksternal  yang diikuti dalam Organisasi Mahasiswa. yang penting ialah, baik Studi Pendidikan serta OMEK Atau OMIK perlu berkolaborasi secara sistem terbuka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Universitas Negeri Jakarta: Riwayat 35 Tahun sebagai Institut dan 19 Tahun sebagai Universitas.

Indonesia dan Vonis Penjara untuk Ahok